IDENTITAS
:
Nama :
Euis Desy Khairiyati
Nim :
72153014
Prodi / Sem :
Sistem Informasi / Semester 3
Fakultas :
Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi :
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Tema : Epistemologi Tasawuf.
BUKU I
Identitas Buku :
Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf.
Medan : Perdana Publishing.
Sub
2 : Metode Tazkiyah
al-Nafs
Pada
dasarnya akal manusia sering digunakan dalam rasionalitas sehingga para kaum
sufi menganggap bahwa akal tidak dapat menjelajahi realitas spiritual. Akan
tetapi teori rasionalitas manusia dapat bermanfaat dalam pembuktian eksistensi
Tuhan dan alam semesta. Adapun teori rasionalitas disebut sebagai metode burhani dan musyahadah (realitas spiritual) dengan cara tazkiyah al-nafs sebagai metode irfani.
Term
tazkiyah al-nafs disebut Alquran
sebanyak 25 kali dalam berbagai bentuk : zakiyyah,
azka, yuzakki, yatazakki, atau zaki. Istilah
tersebut dapat bermakna tumbuh karena berkah Tuhan, halal, sifat – sifat
terpuji, dan menyucikan jiwa. Adapun keutamaan tazkiyah al-nafs menurut
Alquran bahwa pelauknya disebut sebagai orang – orang yang beruntung (QS.
Al-Syams (91):9) dan (QS. Al-A’la (87):14) dan orang tersebut diberikan pahala
serta keabadian surgawi (QS. Thaha (20):6). (Ja’far, 2016 : 39-40).
Dengan
demikian, metode irfani ialah suatu
metode (cara) penyucian jiwa (tazkiyah
al-nafs) hanya untuk berma’rifat
kepada Allah Swt, bukan dilakukan dengan kegiatan yang berkaitan dengan
rasionalitas seperti observasi, penelitian dan lainnya. Kutipan tersebut
selaras dengan keempat pendapat kaum sufi yaitu al-Ghazali, Ibn Arabi,
Suhrawardi, dan Mulla Shadra meskipun terdapat sedikit perbedaan pendapat.
Seorang
sufi al-Ghazali menemukan kebenaran dalam mahzab kaum sufi (al-shuffiyah) dan mahzab tasawuf (thuruqq tasawuf) dan meninggalkan mahzab
filsafat. Kemudian dalam pelaksanaan tazkiyah
al-nafs ini al-Ghazali berpegang kepada cara khalawah, uzlah, riyadah, dan al-mujahadah,
dan disamping itu melakukan tahzib
al-akhlak yaitu mendidik akhlak untuk berzikir kepada Allah Swt. Sehingga
dalam pelaksanaan tazkiyah al-nafs memerlukan
pengorbanan yang berat daripada sufi termasuk harta, keluarga bahkan tahta
untuk berma’rifat.
Suhrawardi menilai bahwa ilmu yang dilalui secara
realitas spiritual harus dapat juga dikonstruksikan dengan metode burhani. Berbeda dari al-Ghazali dan
Suhrawardhi, Mulla Shadra menilai bahwa ilmu dan kebenaran harus diraih secara burhani (rasional), sesuai dengan visi
quran (wahyu). Ibn al-Qayyim al-Jauziyah mengemukakan bahwa ilm laduniyun merupakan suatu cara untuk
memperoleh kedekatan dengan Allah tanpa sarana (media) melainkan dengan ilham.
Kesimpulan :
Tazkiyatun
al-nafs atau yang sering disebut dengan metode irfani merupakan suatu cara yang dikembangkan dengan isyarat –
isyarat Alquran (wahyu) dan yang dapat memberikan keberuntungan dunia dan
akhirat sebab para nabi dan rasul diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia
(QS. Ali Imran 3:164). Kaum sufi yang lebih meyakini bahwa ilmu yang hakiki
hanya dapat diraih dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah Swt, bukan dengan
cara penelitian (observasi) ataupun cara
rasional.
Menurut
al-Ghazali pelaksanaan tazkiyah al nafs
dilakukan dengan khalawah, uzlah,
riyadah, dan al-mujahadah, dan
disamping itu melakukan tahzib al-akhlak
yaitu mendidik akhlak untuk berzikir kepada Allah Swt. Menurut Suhrawardi bahwa
ilmu dan kebenaran selain hanya dapat diraih melalui perjalanan spiritual, akan
tetapi ilmu dapat diraih dengan metode burhani.
Menurut Mulla Shadra bahwa ilmu hanya dapat diraih melalui metode burhani (rasional). Menurut Ibn
al-Qayyim bahwa ilmu dapat diperoleh tanpa menggunakan sarana melainkan ilham
dari Allah Swt.
BUKU II
Identitas Buku : Nata, Abbudin. 2015. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT. Grafindo Persada.
Sub 2 : Alat untuk Ma’rifah.
Alat yang dapat digunakan untuk ma’rifah
telah ada dalam diri manusia, yaitu qalb
(hati) karena selain dari alat untuk merasa adalah juga alat untuk berpikir.
Bedanya qalb dan akal ialah bahwa
akal tak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, sedang qalb bisa mengetahui hakikat dari segala
yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan, bisa mengetahui rahasia – rahasia
Tuhan. Qalb yang telah dibersihkan
dari segala dosa dan maksiat melalui serangkai zikir dan wirid secara teratur
akan dapat mengetahui rahasia – rahasia Tuhan, yaitu setelah hati tersebut
disinari cahaya Tuhan.
Tajalli merupakan jalan untuk
mendapatkan ma’rifah dan terjadi setelah terjadinya al-fana yaitu hilangnya sifat – sifat tercela manusia. Hal itu
dilakukan dengan bertaubat sehingga akan terhapusnya dosa – dosa. Pada akhirnya
orang yang telah berhasil berma’rifat
dengan Allah, maka ia senantiasa dilimpahkan cahaya illahi.
Kesimpulan :
Alat yang digunakan untuk menyucikan
jiwa (tazkiyatun al-nafs) ialah hati
(qalb). Sebaliknya akal tidak dapat
digunakan untuk ma’rifah karena ilmu
dan kebenaran hanya dapat dilakukan dengan serangkai zikir dan wirid yang
teratur sehingga mengetahui rahasia – rahasia Tuhan atau tanpa melalui proses
yang panjang (rasional).
Perbandingan :
Pada buku “Gerbang Tasawuf” oleh Dr.
Ja’far telah dijelaskan secara lengkap mengenai metode atau cara memperoleh ma’rifah sehingga beriringan dengan cara
penyucian jiwa (tazkiyatun al-nafs).
Kemudian pada buku tersebut, dijelaskan sekilas mengenai pendapat, cara serta
upaya kaum sufi yaitu al-Ghazali, Suhrawardi, Mulla Shadra dan Ibn al-Qayyim.
Pada buku “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia” oleh
Prof. Abbudin Nata M.A, lebih kepada memaparkan tentang alat yang digunakan
dalam cara berma’rifat dan penyucian jiwa dilakukan dengan serangkaian zikir
dan wirid. Namun sama halnya dengan referensi buku pertama, dijelaskan bahwa
ilmu dapat diperoleh melalui pendekatan diri kepada Allah Swt bukan dengan cara
rasional sehingga manusia dapat mengetahui ilmu – ilmu yang bersifat rahasia
berasal dari Allah (ilham).
0 komentar:
Posting Komentar