Minggu, 06 November 2016

Epistemologi Tasawuf : Metode Tazkiyah al-Nafs


IDENTITAS :
Nama                           : Euis Desy Khairiyati
Nim                             : 72153014
Prodi / Sem                 : Sistem Informasi / Semester 3
Fakultas                       : Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi         : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Tema               :  Epistemologi Tasawuf.
BUKU I
Identitas Buku            :  Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf. Medan : Perdana Publishing.

Sub 2 : Metode Tazkiyah al-Nafs
Pada dasarnya akal manusia sering digunakan dalam rasionalitas sehingga para kaum sufi menganggap bahwa akal tidak dapat menjelajahi realitas spiritual. Akan tetapi teori rasionalitas manusia dapat bermanfaat dalam pembuktian eksistensi Tuhan dan alam semesta. Adapun teori rasionalitas disebut sebagai metode burhani dan musyahadah (realitas spiritual) dengan cara tazkiyah al-nafs sebagai metode irfani.
Term tazkiyah al-nafs disebut Alquran sebanyak 25 kali dalam berbagai bentuk : zakiyyah, azka, yuzakki, yatazakki, atau zaki. Istilah tersebut dapat bermakna tumbuh karena berkah Tuhan, halal, sifat – sifat terpuji, dan menyucikan jiwa. Adapun keutamaan tazkiyah al-nafs  menurut Alquran bahwa pelauknya disebut sebagai orang – orang yang beruntung (QS. Al-Syams (91):9) dan (QS. Al-A’la (87):14) dan orang tersebut diberikan pahala serta keabadian surgawi (QS. Thaha (20):6). (Ja’far, 2016 : 39-40).
Dengan demikian, metode irfani ialah suatu metode (cara) penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) hanya untuk berma’rifat kepada Allah Swt, bukan dilakukan dengan kegiatan yang berkaitan dengan rasionalitas seperti observasi, penelitian dan lainnya. Kutipan tersebut selaras dengan keempat pendapat kaum sufi yaitu al-Ghazali, Ibn Arabi, Suhrawardi, dan Mulla Shadra meskipun terdapat sedikit perbedaan pendapat.
Seorang sufi al-Ghazali menemukan kebenaran dalam mahzab kaum sufi (al-shuffiyah) dan mahzab tasawuf (thuruqq tasawuf) dan meninggalkan mahzab filsafat. Kemudian dalam pelaksanaan tazkiyah al-nafs ini al-Ghazali berpegang kepada cara khalawah, uzlah, riyadah, dan al-mujahadah, dan disamping itu melakukan tahzib al-akhlak yaitu mendidik akhlak untuk berzikir kepada Allah Swt. Sehingga dalam pelaksanaan tazkiyah al-nafs memerlukan pengorbanan yang berat daripada sufi termasuk harta, keluarga bahkan tahta untuk berma’rifat.
Suhrawardi menilai bahwa ilmu yang dilalui secara realitas spiritual harus dapat juga dikonstruksikan dengan metode burhani. Berbeda dari al-Ghazali dan Suhrawardhi, Mulla Shadra menilai bahwa ilmu dan kebenaran harus diraih secara burhani (rasional), sesuai dengan visi quran (wahyu). Ibn al-Qayyim al-Jauziyah mengemukakan bahwa ilm laduniyun merupakan suatu cara untuk memperoleh kedekatan dengan Allah tanpa sarana (media) melainkan dengan ilham.
Kesimpulan :
            Tazkiyatun al-nafs atau yang sering disebut dengan metode irfani merupakan suatu cara yang dikembangkan dengan isyarat – isyarat Alquran (wahyu) dan yang dapat memberikan keberuntungan dunia dan akhirat sebab para nabi dan rasul diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia (QS. Ali Imran 3:164). Kaum sufi yang lebih meyakini bahwa ilmu yang hakiki hanya dapat diraih dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah Swt, bukan dengan cara penelitian (observasi) ataupun cara  rasional.
Menurut al-Ghazali pelaksanaan tazkiyah al nafs dilakukan dengan khalawah, uzlah, riyadah, dan al-mujahadah, dan disamping itu melakukan tahzib al-akhlak yaitu mendidik akhlak untuk berzikir kepada Allah Swt. Menurut Suhrawardi bahwa ilmu dan kebenaran selain hanya dapat diraih melalui perjalanan spiritual, akan tetapi ilmu dapat diraih dengan metode burhani. Menurut Mulla Shadra bahwa ilmu hanya dapat diraih melalui metode burhani (rasional). Menurut Ibn al-Qayyim bahwa ilmu dapat diperoleh tanpa menggunakan sarana melainkan ilham dari Allah Swt.

BUKU II
Identitas Buku            :  Nata, Abbudin. 2015. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT. Grafindo Persada.
Sub 2 : Alat untuk Ma’rifah.
            Alat yang dapat digunakan untuk ma’rifah telah ada dalam diri manusia, yaitu qalb (hati) karena selain dari alat untuk merasa adalah juga alat untuk berpikir. Bedanya qalb dan akal ialah bahwa akal tak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, sedang qalb bisa mengetahui hakikat dari segala yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan, bisa mengetahui rahasia – rahasia Tuhan. Qalb yang telah dibersihkan dari segala dosa dan maksiat melalui serangkai zikir dan wirid secara teratur akan dapat mengetahui rahasia – rahasia Tuhan, yaitu setelah hati tersebut disinari cahaya Tuhan.
            Tajalli merupakan jalan untuk mendapatkan ma’rifah dan terjadi setelah terjadinya al-fana yaitu hilangnya sifat – sifat tercela manusia. Hal itu dilakukan dengan bertaubat sehingga akan terhapusnya dosa – dosa. Pada akhirnya orang yang telah berhasil berma’rifat dengan Allah, maka ia senantiasa dilimpahkan cahaya illahi.
Kesimpulan :
            Alat yang digunakan untuk menyucikan jiwa (tazkiyatun al-nafs) ialah hati (qalb). Sebaliknya akal tidak dapat digunakan untuk ma’rifah karena ilmu dan kebenaran hanya dapat dilakukan dengan serangkai zikir dan wirid yang teratur sehingga mengetahui rahasia – rahasia Tuhan atau tanpa melalui proses yang panjang (rasional).
Perbandingan :
            Pada buku “Gerbang Tasawuf” oleh Dr. Ja’far telah dijelaskan secara lengkap mengenai metode atau cara memperoleh ma’rifah sehingga beriringan dengan cara penyucian jiwa (tazkiyatun al-nafs). Kemudian pada buku tersebut, dijelaskan sekilas mengenai pendapat, cara serta upaya kaum sufi yaitu al-Ghazali, Suhrawardi, Mulla Shadra dan Ibn al-Qayyim.
Pada buku “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia” oleh Prof. Abbudin Nata M.A, lebih kepada memaparkan tentang alat yang digunakan dalam cara berma’rifat dan penyucian jiwa dilakukan dengan serangkaian zikir dan wirid. Namun sama halnya dengan referensi buku pertama, dijelaskan bahwa ilmu dapat diperoleh melalui pendekatan diri kepada Allah Swt bukan dengan cara rasional sehingga manusia dapat mengetahui ilmu – ilmu yang bersifat rahasia berasal dari Allah (ilham).
Share:

0 komentar:

Posting Komentar