IDENTITAS
:
Nama :
Euis Desy Khairiyati
Nim :
72153014
Prodi / Sem :
Sistem Informasi / Semester 3
Fakultas :
Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi :
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Tema : Integrasi Tasawuf dan Sains.
BUKU I
Identitas Buku :
Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf.
Medan : Perdana Publishing.
Sub : Integrasi dalam Sejarah Islam
Dalam sejarah intelektual Islam
Klasik, budaya integrasi keilmuan telah dikenal dan dikembangkan dengan canggih.
Center for Islamic Philosophical Studies and Information (CIPSI) pernah
menyebut 261 ilmuwan, teolog dan saintis Muslim yang menguasai banyak bidang,
baik ilmu – ilmu kewahyuan maupun ilmu –
ilmu rasional dan empirik. Para filsuf dari mahzab Peripatetik merupakan
pemikir Muslim yang berhasil mengintegrasikan filsafat Yunani dengan ajaran
Islam yang mengintegrasikan kepada Alquran dan hadits, lantaran tema – tema
filsafat Yunani diisalamisasikan dan disesuaikan dengan paradigma Islam. Tidak
sebatas integrasi belaka, mereka malah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu
yang terdiri atas ilmu – ilmu rasional dan ilmu – ilmu kewahyuan, sehingga
integrasi menjadi sangat mudah dilakukan. (Ja’far,2016:102)
Adapun
beberapa ilmuan Muslim yang mana juga ahli dalam bidang saintis yaitu :
1.
Al-Jahiz
ialah ahli dalam bidang sastra Arab, biologi, zoology, sejarah, filsafat,
psikologi, teologi dan politik.
2.
Al-Kindi
menguasai seluruh cabang filsafat seperti metafisika, etika, logika, psikologi,
kedokteran, farmakologi, matematika, astrologi, optic, zoology dan meteorology.
3.
Al-Razi
adalah ahli dalam bidang filsafat, kimia, matematika, music dan politik.
4.
Ibn
Bajjah adalah tokoh yang dikenal sebagai seorang astronom, filsuf, musisi,
dokter,fisikawan, psikolog dan botanis.
5.
Al
Biruni merupakan matematikawan, astronom, fisikawan, dan dokter.
6.
Al-Farabi
menguasai berbagai cabang filsafat, antara lain metafisika, etika, logika,
matematika, musik dan politik.
7.
Ibn
Sina menguasai filsafat, kedokteran, astronomi, kimia, geografi, geologi,
psikologi, logika, matematika, fisika dan puisi.
Selain
dari mahzab Peripatetik, sejarah Islam menyebutkan keberadaan para filsuf dari
mahzab Isyraqiyah dan mahzab Hikmah al-Muta’aliyah yang sukses
mengintegrasikan ilmu – ilmu rasional dengan ilmu – ilmu kewahyuan. Di antara
mereka adalah Suhrawardi yang dikenal ahli filsafat tasawuf, Zoroastrianisme,
Platoisme. Kemudian al-Thusi merupakan pakar dalam bidang astronomi, biologi,
kimia, matematika, filsafat, fisika, teologi, tasawuf dan hukum islam, serta
masih banyak lainnya.
Dengan
demikian, diantara prestasi besar mereka sebagai ilmuwan Muslim adalah
kemampuan mereka menguasai dan menintegrasikan ilmu – ilmu rasional, ilmu –
ilmu empirik dan ilmu – ilmu kewahyuan. Secara keilmuan, mereka menguasai
banyak disiplin ilmu, dan secara personal mereka berperan sebagai seorang saintis
Muslim yang berpola hidup religious dan sufistik. (Ja’far,2016:103-104)
Kesimpulan :
Integrasi ilmu – ilmu kewahyuan
dengan ilmu – ilmu rasional dan empiris bukanlah hal yang biasa lagi ditemukan.
Bahkan sejak dahulu kala, para ilmuan saintis muslim telah berhasil membuat
suatu penemuan atas keahlian mereka. Seperti yang telah dikemukakan Center for
Islamic Philosophical Studies and Information (CIPSI), ada sekitar 261 ilmuwan,
teolog muslim yang menguasai berbagai bidang sains. Hal yang menakjubkan bahwasanya
keahlian yang dimiliki ilmuwan saintis muslim ini juga selaras dengan gaya
hidup mereka yang tidak lepas dari kecintaannya kepada Allah Swt. Mereka ialah
para sufi al-Jahiz, al-Kindi, al-Razi, Ibn Bjjah, al-Biruni dalam mahzab
Peripatetik dan sufi Suhrawardi serta al-Thusi dari mahzab Isyraqi dan mahzab Hikmah
al-Muta’aliyah, serta masih banyak sufi lainnya.
BUKU II
Identitas Buku :
Nata, Abbudin. 2015. Akhlak Tasawuf dan
Karakter Mulia. Jakarta : PT. Grafindo Persada.
Sub : Pendidikan Karakter dalam Wacana Intelektual Muslim.
Menurut
Abuddin (2015:283) kata intelektual berasal dari bahasa inggris, intellectual yang diterjemahkan menjadi
cendekiawan, dan cerdik pandai. Dalam kamus bahasa Indonesia, cendekiawan
diartikan sebagai orang yang cerdik pandai, terpelajar, cendekia. Dalam
pengertian istilah, cendekiawan bukanlah hanya sebagai orang yang cerdik pandai
dan terpelajar, melainkan juga memiliki rasa tanggung jawab (sense of responsibility) untuk
mengamalkan kepandaiannya itu bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya kata muslimin adalah isim
maf’ul (kata nama bentukan) dari kata aslama,
yuslimu, islaman, muslimin yang artinya orang yang patuh, tunduk, berserah
diri, berpegang teguh dan mengikat diri (al-inqiyad)
pada aturan Allah Swt, sehingga dirinya mendapatkan keamanan, kedamaian, dan
keselamatan.
Seorang cendekiawan muslim pada
dirinya adalah orang yang memiliki perasaan moral (moral consciences) dan tanggung jawab moral (moral obligation) yang tinggi bagi kemajuan umat manusia. Mereka
itu antara lain :
1.
Imam
Bukhari dam Muslim dalam bidang hadits.
2.
Malik
bin Annas, Abu Hanifah, al-Syafi’i dan Ahmad Ibn Hambal dalam bidang fiqh.
3.
Imam
al-Tabari dan Zamakhsyari dalam bidang tafsir.
4.
Washil
bin Atha, Ibn Huzail dan Allaf dalam bidang teologi.
5.
Zunnun
al-Mishri, abu Yazid al-Bustami, Husain Ibn Mansur al-Hallaj dalam bidang
tasawuf.
6.
Al-Farabi
dan Ibn Sina dalam bidang kedokteran.
7.
Al-Fazari
dalam bidang astronomi.
8.
Ali
al-Hasan Ibn Haytham dalam bidang optic.
9.
Jahir
Ibn Hayyan dalam bidang kimia.
10. Al-Baituni dalam bidang fisika.
11. Abu Hasan al-Mas’udi dalam bidang geografi.
12. Ibn Sina dan Ibn Ruyd dalam bidang filsafat.
13. Al-Ghazali dan Ibn Miskawaih dalam bidang akhlak.
Kalangan
intelektual muslim pada masa awal disibukan oleh masalah – masalah yang
berhubungan dengan penyebaran Islam. Karena itu, para intelektual muslim harus
mulai berpikir, pertama tentang
bagaimana memelihara dan mencatat ucapan – ucapan nabi dan sahabat –
sahabatnya, kedua ada kebutuhan untuk
menjelaskan Alquran dan terutama Sunnah beserta hadits – hadits nabi yang
secara keseluruhan jumlahnya sangat banyak. Pada tahap selanjutnya para
intelektual Islam disibukan dengan gerakan penerjemah yang begitu besar dibawah
lindungan khalifah – khalifah Abbasyiah dan dari situ kegiatan intelektual
muslim menjangkau kegiatan keilmuan yang lebih luas, sebagaimana dijelaskan
sebelumnya. (Abuddin, 2015:286)
Selain
itu, para intelektual muslim dari sejak zaman klasik, seperti al-Farabi (w.339
H), Ibn Sina (370-428 H), Ibn Miskawaih (421 H), al-Ghazali (w.1111 M), hingga
zaman modern, seperti Muhammad Abduh, Ahmad Amin, Abbas Mahmud al-Aqqad, hingga
Fazlur Rahman, telah memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan
karakter, sebagaimana dapat dijumpai dalam berbagai karya tulis yang mereka
lakukan. Perhatian para intelektual muslim yang demikian besar terhadap
pendidikan karakter yang demikian itu perlu diapresiasi. (Abuddin,
2015:281-282)
Dengan
demikian, sikap yang ditunjukkan para intelektual muslim dalam pendidikan
karakter juga telah berhasil dalam mengintegrasikan kemampuannya dalam bidang
saintis dengan sikap dan pandangan sufistik.
Kesimpulan :
Dapat
ditarik kesimpulan bahwa seorang cendekiawan muslim adalah orang yang memiliki
perasaan moral (moral consciences)
dan tanggung jawab moral (moral
obligation) yang tinggi bagi kemajuan umat manusia. Diantara cendekiawan
muslim itu ialah Imam Bukhari dam Muslim dalam bidang hadits, Al-Fazari dalam
bidang astronomi, Al-Baituni dalam bidang fisika, Al-Farabi dan Ibn Sina dalam
bidang kedokteran, dan lain sebagainya. Selain ahli pada bidang saintis,
cendekiawan muslim tersebut juga meletakan perhatian yang besar terhadap
pendidikan karakter baik pada zaman klasik maupun modern.
Perbandingan :
Pada buku I oleh Bapak Dr.Ja’far, MA
menjelaskan secara rinci mengenai sejarah intergasi antara filsafat Yunani yang
diislamisasikan dan disesuaikan dengan paradigma Islam. Kemudian pada buku
tersebut, dijabarkan identitas para ilmuan saintis muslim yang dapat menaungi
bidang – bidang dalam dunia sains.
Sedangkan
pada buku II oleh Prof. Dr.H Nata Abuddin MA menjelaskan tentang hal yang sama
yaitu integrasi saintis dengan ajaran Islam yang mana dibawakan oleh gaya
sufisme, yang menghasilkan tokoh – tokoh cendekiawan muslim yang juga berhasil
membawa perhatian mengenai pendidikan karakter.
0 komentar:
Posting Komentar