IDENTITAS
:
Nama :
Euis Desy Khairiyati
Nim :
72153014
Prodi / Sem :
Sistem Informasi / Semester 3
Fakultas :
Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi :
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Tema : Integrasi Tasawuf dan Sains.
BUKU I
Identitas Buku :
Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf.
Medan : Perdana Publishing.
Sub : Integrasi dalam Ranah Aksiologi.
Menurut
Ja’far (2016:109-110) istilah aksiologi
dari bahasa Yunani, axios yang
bermakna nilai, dan logos yang
berarti teori Aksiologi bermakna teori nilai, investigasi terhadap asal,
kriteria dan status metafisik dari nilai tersebut. Menurut Bunin dan Yu,
aksiologi adalah studi umum tentang nilai dan penilaian, termasuk makna,
karakteristik dan klasifikasi nilai serta dasar dan karakter pertimbangan
nilai. Sebab itu, aksiologi disebut dengan teori nilai. Kajian aksiologi lebih
ditujukan kepada pembahasan manfaat dan kegunaan ilmu, dan etika akademik
ilmuwan.
Dari aspek etika akademik, nilai –
nilai luhur tasawuf dapat menjadi landasan etis seorang ilmuwan dalam
pengembangan sains dan teknologi. Konsep al-maqamat
dan al-ahwal dapat menjadi semacam
etika profesi seorang saintis sebagai ilmuwan muslim.
Adapun aksiologi atau manfaat
integrasi tasawuf dan ilmu sains dalam konteks al-maqamat yang harus diperhatikan saintis muslim yaitu :
1.
Seorang
saintis muslim harus zuhud dan fakir, dalam arti bahwa ia menampilkan hidup
sederhana meskipun memiliki banyak harta, dan bersikap dermawan.
2.
Seorang
saintis muslim harus memiliki sikap sabar yaitu sabar dalam beribadah, termasuk
kegiatan riset yang didasari oleh etika religius, sabar dalam menghadapi
musibah, dan sabar dari godaan untuk melakukan dosa dan maksiat.
3.
Seorang
saintis muslim harus tawakkal artinya menyerahkan hasil kegiatan akademik dan
sosialnya hanya kepada Allah Swt setelah berbagai usaha yang dilandasi syariat
telah dilakukan secara maksimal.
4.
Seorang
saintis muslim harus memiliki sikap cinta, artinya ia hanya melaksanakan
seluruh aktivitas keilmuan dan sosialnya atas dasar kecintaan kepada Allah Swt,
bukan demi meraih simpati dan apresiasi dari manusia.
5.
Seorang
saintis muslim harus memiliki sikap rida, artinya menerima dengan tentram,
tenang, dan bahagia atas segala capaian dan hasil dari kegiatan akademik dan
sosialnya, meskipun capaian dan hasil tersebut tidak sesuai dengan rencana
awal, sembari tetap meyakini bahwa keputusan-Nya adalah keputusan terbaik,
untuk kemudian tetap direncanakan sejak awal.
Dengan
demikian, saintis muslim masa depan dituntut untuk mengail kearifan dalam
ajaran tasawuf, dan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan akademik dan
sosialnya. (Ja’far,2016:110-111)
Kesimpulan :
Dapat ditarik kesimpulan bahwa
aksiologi adalah hasil dari metode kajian ilmu yang memiliki nilai guna serta
manfaat yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Dalam hal ini, konsep
integrasi antara tasawuf dengan ilmu saintis, lebih kepada etika manusianya.
Setelah mempelajari al maqamat dan al-ahwal diharapkan para ilmuan saintis
nantinya akan menerapkan konsep tersebut, misalnya sikap zuhud, warak, sabar,
tawakkal, cinta, fakir dan rida. Jika ilmuan saintis berhasil menerapkan sikap
– sikap tersebut In Sha Allah, kehidupan di masa yang akan datang akan semakin
sejahtera dan tentram.
BUKU II
Identitas Buku :
Nata, Abbudin. 2015. Akhlak Tasawuf dan
Karakter Mulia. Jakarta : PT. Grafindo Persada.
Sub : Problematika Masyarakat Modern dan Perlunya Akhlak Tasawuf.
Pembelajaran akhlak tasawuf melatih
manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Sikap batin
dan kehalusan budi yang tajam ini menyebabkan ia akan selalu mengutamakan
pertimbangan kemanusiaan pada setiap masalah yang dihadapi. Sehingga ia akan
terhindar dari perbuatan – perbuatan yang tercela. Menurut Abuddin (2015:256) demikian
pula tarikat yang terdapat dalam tasawuf akan membawa manusia memiliki jiwa
istiqamah, jiwa yang selalu diisi dengan nilai – nilai ketuhanan. Ia selalu
mempunyai pegangan dalam hidupnya. Keadaan demikian menyebabkan ia tetap tabah
dan tidak mudah terhempas oleh cobaan yang akan membelokkannya ke jurang
kehancuran. Dengan demikian, kemungkinan stress, putus asa dan lainnya akan
dapat dihindari.
Selanjutnya ajaran tawakkal pada
Tuhan, menyebabkan ia memiliki pegangan yang kokoh karena ia telah mewakilkan
atau menggadaikan dirinya sepenuhnya pada Tuhan. Orang yang pada suatu saat
menaiki pesat supersonik dengan kecepatan yang tinggi, tidak akan merasa nyaman
dan mengasikan, jika ia selalu takut jatuh dan mati. Orang yang demikian akan
merasa tenang jika bertawakkal. Ia serahkan urusannya itu pada Tuhan, karena
urusan mati memang bukan di tangan manusia. Selanjutnya sikap frustasi bahkan
hilang ingatan alias gila dapat diatasi dengan sikap ridla yang diajarkan dalam
tasawuf, yaitu selalu pasrah menerima terhadap segala keputusan Tuhan. Sikap
yang demikian itu siperlukan untuk mengatasi masalah frustasi dan sebagainya.
Sikap materialistik dan hedonistik yang merajalela dalam kehidupan modern ini
dapat diatasi dengan menerapkan konsep zuhud, yang pada intinya sikap yang
tidak mau diperbudak atau terperangkap oleh pengaruh duniawi yang sementara
itu. Jika sikap ini telah mantap, maka ia tidak akan berani menggunakan segala
cara untuk mencapai tujuan. Sebab tujuan yang ingin dicapai dalam tasawuf
adalah menuju Tuhan, maka caranya pun harus ditempuh dengan cara yang disukai
Tuhan. Demikian pula ajaran uzlah yang terdapat dalam tasawuf, yaitu usaha
mengasingkan diri dari terperangkat oleh tipu daya keduniaan, dapat pula
digunakan untuk membekali manusia modern agar tidak menjadi sekrup dari mesin
kehidupan, yang tidak tahu lagi arahnya mau dibawa ke mana. (Abuddin,2015:257)
Kesimpulan :
Dapat ditarik kesimpulan bahwa
manfaat dari pembelajaran tasawuf sendiri ialah menjadikan kita pribadi yang
tajam keimanan serta memiliki budi pekerti yang halus. Terlebih lagi dampaknya
yang sangat dahsyat bila kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari – hari
yang mana juga dapat dikaitkan dengan setiap tingkatan – tingkatan al-maqmat seperti tawakkal, zuhd, ridla
dan lain – lain.
Perbandingan :
Pada buku I oleh Bapak Dr.Ja’far, MA menjelaskan
terlebih dahulu defenisi dari aksiologi sehingga dapat menjadi suatu pemahaman
kepada pembaca untuk melanjutkan pembahasan mengenai integrasi dalam ranah
aksiologi. Pada buku ini dijabarkan secara jelas bagaimana aplikasi
pembelajaran al-maqamat tasawuf dapat
diterapkan dalam kehidpuan saat ini yang berobjek pada ilmuan saintis muslim.
Sedangkan pada buku II oleh Prof.
Dr.H Nata Abuddin MA tidak menjelaskan defenisi aksiologi terlebih dahulu,
namun pembahasannya mengarah kepada problematika masyarakat saat ini, yaitu
manusia sebagai objek pengaplikasian nilai – nilai al-maqamat tasawuf.
0 komentar:
Posting Komentar