Sabtu, 07 Januari 2017

Integrasi Tasawuf dan Sains : Integrasi dalam Ranah Epistemologi.



IDENTITAS :
Nama                           : Euis Desy Khairiyati
Nim                             : 72153014
Prodi / Sem                 : Sistem Informasi / Semester 3
Fakultas                       : Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi         : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Tema               :  Integrasi Tasawuf dan Sains.
BUKU I
Identitas Buku            :  Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf. Medan : Perdana Publishing.

Sub : Integrasi dalam Ranah Epistemologi.
Menurut Ja’far (2016:107-108) istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang bermakna pengetahuan, dan logos yang bermakna ilmu atau eksplanasi, sehingga berarti teori pengetahuan. Epistemologi dimaknai sebagai cabang filsafat yang membahas pengetahuan dan perkembangan, dan kajian pokok epistemologi adalah makna pengetahuan, kemungkinan manusia meraih pengetahuan dan hal – hal yang dapat diketahui. Runes menjelaskan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang menelusuri asal (sumber), struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Dengan demikian, epistemologi adalah ilmu tentang cara mendapatkan ilmu.
            Kajian – kajian ilmu – ilmu alam metode observasi dan eksperimen yang disebut dalam epistemologi Islam sebagai metode tajribi (eksperimen dan observasi), sedangkan kajian tasawuf mengandalkan metode irfani yang biasa disebut metode tazkiyah al-nafsh. Meskipun ada perbedaan metode, tetapi kedua metode  bisa melengkapi dan mendukung satu sama lain. Dalam khazanah peradaban Islam, banyak saintis Muslim yang ahli dalam bidang ilmu – ilmu kealaman juga seorang sufi yang mumpuni dalam bidang tasawuf. (Ja’far,2016:108)
            Ibn Arabi menceritakan bagaimana ia memperoleh ilmu – ilmu intelektual dan ilmu – ilmu empirik melalui zikirnya. Pada zikir pertamanya, Ibn Arabi dibawa ke dunia mineral dan ia diperkenalkan pada berbagai jenis mineral dan manfaat medisnya. Kemudian zikirnya yang kedua, ia dibawa ke dunia tumbuh – tumbuhan dan ia diperkenalkan kepada jenis tumbuhan dan manfaatnya. Kemudian pada zikir yang ketiga, ia dibawa menuju dunia hewan dan dunia manusia, bahkan 23 jenis dunia gaib. Sebaliknya, Ibn Sina akan melakukan ibadah (sholat) di masjid jika ia menemukan persoalan yang rumit mengenai filsafat dan sains. Dengan demikian, para sufi memanfaatkan praktik – praktik ibadah dalam mencari persoalan filsafat dan sains yang rumit.
            Dari aspek ini, saintis Muslim meskipun lebih banyak mengedepankan metode tajribi (observasi dan eksperimen) dalam mengembangkan ilmu – ilmu alam, tetap perlu mengambil metode tasawuf dalam menemukan ilmu dan kebenaran, dimana kaum sufi mengutamakn berbagai ritual ibadah (al-ibadah) termasuk zikir, serta melakukan praktik riyadhah dan mujahadah. Dari prespektif Islam, kesucian jiwa manusia menjadi syarat utama untuk memperoleh ilmu secara langsung dari sumber asalnya yaitu, Allah Swt yang diketahui memiliki sifat al-Alim. (Ja’far,2016:109)

Kesimpulan :
            Dapat disimpulkan bahwa epistemologi ialah cara atau bagaimana mendapatkan suatu kajian ilmu tertentu. Dalam bidang saintis tentunya dilakukan metode observasi atau eksperimen untuk memperoleh ilmu rasional tersebut atau juga dalam epistemologi Islam disebut dengan metode tajribi. Sebaliknya dalam tasawuf, untuk menjadi seorang sufi maka digunakanlah metode irfani yang dilakukan dengan tazkiyah al-nahfs. Meskipun begitu, keduanya bisa saling mendukung satu sama lain. Apabila ilmuan saintis muslim mengalami situasi yang rumit dalam memecahkan ilmu saintis dan mencari kebenarannya, maka ia dapat melakukan metode irfani, seperti halnya Ibn Arabi yang melakukan ibadah zikir dan Ibn Sina yang melakukan sholat dalam mencari kebenaran ilmu sains tersebut.
Dari prespektif Islam, kesucian jiwa manusia menjadi syarat utama untuk memperoleh ilmu secara langsung dari sumber asalnya yaitu, Allah Swt yang diketahui memiliki sifat al-Alim. (Ja’far,2016:109)
Sehingga dengan demikian, sebagai mahasiswa yang bergelut di dunia sains dan teknologi, kita harus mengedepankan metode tajribi dan diimbangi dengan metode irfani sebagai bentuk ketundukan kita kepada Allah Swt Yang Maha Pencipta. 

BUKU II
Identitas Buku : Nata, Abbudin. 2015. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT. Grafindo Persada.

Sub : Problematika Masyarakat Modern dan Perlunya Akhlak Tasawuf.
            Menurut Abuddin (2015:249) penggunaan iptek modern masih lebih banyak dikendalikan oleh orang – orang yang secara moral kurang dapat dipertanggungjawabkan. Sikap hidup yang mengutamakan materi (materialistik), memperturutkan kesenangan dan kelezatan syahwat (hedonistic), ingin menguasai semua aspek kehidupan (totaliteristik), hanya percaya pada rumus – rumus pengetahuan empiris saja, serta paham hidup positivistis yang bertumpu pada kemampuan akal pikiran manusia tampak lebih menguasai manusia yang memegang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tangan mereka yang berjiwa dan bermental demikian itu, ilmu pengetahuan dan teknologi modern memang sangat mengkhawatirkan. Mereka akan menjadi penyebab kerusakan di daratan dan di lautan sebagaimana diisyaratkan Alquran.
Banyak cara yang diajukan para ahli dalam mengatasi hal tersebut, salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Salah satu tokoh yang begitu sungguh – sungguh memperjuangkan akhlak tasawuf bagi mengatasi masalah tersebut adalah Husein Nashr. Menurutnya paham sufisme ini mulai mendapat tempat di kalangan masyarakat (termasuk masyarakat Barat), karena mereka mulai merasakan kekeringan batin. (Abuddin, 2015:253)
Oleh karena itu, situasi kemanusiaan di zaman modern ini menjadi penting dibicarakan, mengingat dewasa ini manusia menghadapi bermacam – macam persoalan yang benar – benar membutuhkan pemecahan segera. Kadang – kadang kita merasa, bahwa situasi yang penuh problematik di dunia modern ini justru disebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia sendiri. Di balik kemajuan ilmu dan teknologi, dunia modern sesungguhnya menyimpan suatu potensi yang dapat menghancurkan martabat manusia. Untuk menyelamatkannya perlu tasawuf yang wujud konkretnya dalam akhlak yang mulia. (Abuddin, 2015:258)

Kesimpulan :
            Dapat ditarik kesimpulan bahwa segala problematika kehidupan masyarakat modern terhadap masa depan penggunaan iptek akan lebih baik dan sejahtera bila menerapkan konsep – konsep kehidupan berakhlak dan bertasawuf. 

Perbandingan :
            Pada buku I oleh Bapak Dr.Ja’far, MA menjelaskan terlebih dahulu defenisi dari epistemologi sehingga dapat menjadi suatu pemahaman kepada pembaca untuk melanjutkan pembahasan mengenai integrasi dalam ranah epistemologi. Pada buku ini, dijelaskan metode – metode dalam mengkaji ilmu pengetahuan yaitu dengan cara metode observasi (tajribi) dan metode irfani dengan cara tazkiyah al-nafsh.
            Sedangkan pada buku II oleh Prof. Dr.H Nata Abuddin MA tidak menjelaskan defenisi epistemologi terlebih dahulu, namun pembahasannya mengarah kepada problematika masyarakat saat ini yaitu kekhawatiran penggunaan iptek yang melupakan konsep ketuhanan. Maka diperlukannya cara atau solusinya yaitu dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar