IDENTITAS
:
Nama :
Euis Desy Khairiyati
Nim :
72153014
Prodi / Sem :
Sistem Informasi / Semester 3
Fakultas :
Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi :
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Tema : Integrasi Tasawuf dan Sains.
BUKU I
Identitas Buku :
Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf.
Medan : Perdana Publishing.
Sub : Integrasi dalam Ranah Epistemologi.
Menurut
Ja’far (2016:107-108) istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang bermakna pengetahuan, dan logos yang bermakna ilmu atau eksplanasi,
sehingga berarti teori pengetahuan. Epistemologi dimaknai sebagai cabang
filsafat yang membahas pengetahuan dan perkembangan, dan kajian pokok
epistemologi adalah makna pengetahuan, kemungkinan manusia meraih pengetahuan
dan hal – hal yang dapat diketahui. Runes menjelaskan bahwa epistemologi adalah
cabang filsafat yang menelusuri asal (sumber), struktur, metode, dan validitas
ilmu pengetahuan. Dengan demikian, epistemologi adalah ilmu tentang cara
mendapatkan ilmu.
Kajian – kajian ilmu – ilmu alam
metode observasi dan eksperimen yang disebut dalam epistemologi Islam sebagai
metode tajribi (eksperimen dan
observasi), sedangkan kajian tasawuf mengandalkan metode irfani yang biasa disebut metode tazkiyah al-nafsh. Meskipun ada perbedaan metode, tetapi kedua
metode bisa melengkapi dan mendukung
satu sama lain. Dalam khazanah peradaban Islam, banyak saintis Muslim yang ahli
dalam bidang ilmu – ilmu kealaman juga seorang sufi yang mumpuni dalam bidang
tasawuf. (Ja’far,2016:108)
Ibn Arabi menceritakan bagaimana ia
memperoleh ilmu – ilmu intelektual dan ilmu – ilmu empirik melalui zikirnya.
Pada zikir pertamanya, Ibn Arabi dibawa ke dunia mineral dan ia diperkenalkan
pada berbagai jenis mineral dan manfaat medisnya. Kemudian zikirnya yang kedua,
ia dibawa ke dunia tumbuh – tumbuhan dan ia diperkenalkan kepada jenis tumbuhan
dan manfaatnya. Kemudian pada zikir yang ketiga, ia dibawa menuju dunia hewan
dan dunia manusia, bahkan 23 jenis dunia gaib. Sebaliknya, Ibn Sina akan
melakukan ibadah (sholat) di masjid jika ia menemukan persoalan yang rumit
mengenai filsafat dan sains. Dengan demikian, para sufi memanfaatkan praktik –
praktik ibadah dalam mencari persoalan filsafat dan sains yang rumit.
Dari aspek ini, saintis Muslim
meskipun lebih banyak mengedepankan metode tajribi
(observasi dan eksperimen) dalam mengembangkan ilmu – ilmu alam, tetap perlu
mengambil metode tasawuf dalam menemukan ilmu dan kebenaran, dimana kaum sufi
mengutamakn berbagai ritual ibadah (al-ibadah)
termasuk zikir, serta melakukan praktik riyadhah
dan mujahadah. Dari prespektif Islam,
kesucian jiwa manusia menjadi syarat utama untuk memperoleh ilmu secara
langsung dari sumber asalnya yaitu, Allah Swt yang diketahui memiliki sifat al-Alim. (Ja’far,2016:109)
Kesimpulan :
Dapat disimpulkan bahwa epistemologi
ialah cara atau bagaimana mendapatkan suatu kajian ilmu tertentu. Dalam bidang
saintis tentunya dilakukan metode observasi atau eksperimen untuk memperoleh
ilmu rasional tersebut atau juga dalam epistemologi Islam disebut dengan metode
tajribi. Sebaliknya dalam tasawuf,
untuk menjadi seorang sufi maka digunakanlah metode irfani yang dilakukan dengan tazkiyah
al-nahfs. Meskipun begitu, keduanya bisa saling mendukung satu sama lain.
Apabila ilmuan saintis muslim mengalami situasi yang rumit dalam memecahkan
ilmu saintis dan mencari kebenarannya, maka ia dapat melakukan metode irfani, seperti halnya Ibn Arabi yang
melakukan ibadah zikir dan Ibn Sina yang melakukan sholat dalam mencari
kebenaran ilmu sains tersebut.
Dari
prespektif Islam, kesucian jiwa manusia menjadi syarat utama untuk memperoleh
ilmu secara langsung dari sumber asalnya yaitu, Allah Swt yang diketahui
memiliki sifat al-Alim.
(Ja’far,2016:109)
Sehingga
dengan demikian, sebagai mahasiswa yang bergelut di dunia sains dan teknologi,
kita harus mengedepankan metode tajribi dan
diimbangi dengan metode irfani
sebagai bentuk ketundukan kita kepada Allah Swt Yang Maha Pencipta.
BUKU II
Identitas Buku :
Nata, Abbudin. 2015. Akhlak Tasawuf dan
Karakter Mulia. Jakarta : PT. Grafindo Persada.
Sub : Problematika Masyarakat Modern dan Perlunya Akhlak Tasawuf.
Menurut Abuddin (2015:249)
penggunaan iptek modern masih lebih banyak dikendalikan oleh orang – orang yang
secara moral kurang dapat dipertanggungjawabkan. Sikap hidup yang mengutamakan
materi (materialistik), memperturutkan kesenangan dan kelezatan syahwat
(hedonistic), ingin menguasai semua aspek kehidupan (totaliteristik), hanya
percaya pada rumus – rumus pengetahuan empiris saja, serta paham hidup positivistis
yang bertumpu pada kemampuan akal pikiran manusia tampak lebih menguasai
manusia yang memegang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tangan mereka yang
berjiwa dan bermental demikian itu, ilmu pengetahuan dan teknologi modern
memang sangat mengkhawatirkan. Mereka akan menjadi penyebab kerusakan di
daratan dan di lautan sebagaimana diisyaratkan Alquran.
Banyak
cara yang diajukan para ahli dalam mengatasi hal tersebut, salah satu cara yang
hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang
berakhlak dan bertasawuf. Salah satu tokoh yang begitu sungguh – sungguh
memperjuangkan akhlak tasawuf bagi mengatasi masalah tersebut adalah Husein
Nashr. Menurutnya paham sufisme ini mulai mendapat tempat di kalangan
masyarakat (termasuk masyarakat Barat), karena mereka mulai merasakan
kekeringan batin. (Abuddin, 2015:253)
Oleh
karena itu, situasi kemanusiaan di zaman modern ini menjadi penting
dibicarakan, mengingat dewasa ini manusia menghadapi bermacam – macam persoalan
yang benar – benar membutuhkan pemecahan segera. Kadang – kadang kita merasa,
bahwa situasi yang penuh problematik di dunia modern ini justru disebabkan oleh
perkembangan pemikiran manusia sendiri. Di balik kemajuan ilmu dan teknologi,
dunia modern sesungguhnya menyimpan suatu potensi yang dapat menghancurkan
martabat manusia. Untuk menyelamatkannya perlu tasawuf yang wujud konkretnya
dalam akhlak yang mulia. (Abuddin, 2015:258)
Kesimpulan :
Dapat ditarik kesimpulan bahwa segala problematika
kehidupan masyarakat modern terhadap masa depan penggunaan iptek akan lebih
baik dan sejahtera bila menerapkan konsep – konsep kehidupan berakhlak dan
bertasawuf.
Perbandingan :
Pada buku I oleh Bapak Dr.Ja’far, MA
menjelaskan terlebih dahulu defenisi dari epistemologi sehingga dapat menjadi
suatu pemahaman kepada pembaca untuk melanjutkan pembahasan mengenai integrasi
dalam ranah epistemologi. Pada buku ini, dijelaskan metode – metode dalam
mengkaji ilmu pengetahuan yaitu dengan cara metode observasi (tajribi) dan metode irfani dengan cara tazkiyah
al-nafsh.
Sedangkan pada buku II oleh Prof.
Dr.H Nata Abuddin MA tidak menjelaskan defenisi epistemologi terlebih dahulu,
namun pembahasannya mengarah kepada problematika masyarakat saat ini yaitu
kekhawatiran penggunaan iptek yang melupakan konsep ketuhanan. Maka diperlukannya
cara atau solusinya yaitu dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak
dan bertasawuf.
0 komentar:
Posting Komentar